VONMAGZ, Jakarta- DPR Republik Indonesia secara resmi telah mengesahkan Rancangan Undang Undang Cipta Kerja menjadi Undang Undang yang digelar pada hari Senin (5/10/20) di Kompleks DPR Senayan, Jakarta. RUU tersebut tembus paripurna setelah dilakukan 64 kali rapat.setelah. "Kepada seluruh anggota, saya memohon persetujuan dalam rapat forum rapat paripurna ini, bisa disepakati?" tanya Azis Syamsuddin selaku Wakil Ketua DPR yang memimpin sidang paripurna. "Setujuuu" jawab anggota DPR yang hadir saat itu.

Dok : Ichal Chem/Getty Images
Dalam rapat tersebut, mayoritas ada delapan fraksi di DPR yang menyetujui pengesahan RUU Cipta Kerja tersebut. Fraksi yang setuju termasuk PDI Perjuangan, Golkar, NasDem, Gerindra, PPP, PKB, dan PAN. Sedangkan Partai Demokrat dan PKS menolak pengesahan karena dirasa telalu cepat dan terburu buru sehingga pembahasan pasal yang tidak mendalam. Juru bicara Fraksi Demokrat Marwan Cik Asan mengatakan bahwa pengesahan tersebut terlalu kapitalistik. "Sila keadilan sosial ke arah ekonomi yang terlalu kapitalistik dan neoliberalistik. Berdasarkan argumentasi di atas maka Fraksi Demokrat menolah RUU Cipta Kerja. Banyak hal perlu dibahas lagi secara komprehensif agar produk hukum RUU ini tidak berat sebelah, berkeadilan sosial" ucapnya. Ia juga mengatakan bahwa RUU Cipta Kerja dirasa tidak adil karena tidak turut melibatkan masyarakat dan para pekerja.
Dibalik pengesahan RUU yang dirasa telalu cepat tersebut, DPR beserta anggota kini mendapatkan serangan dikarenakan lambatnya mengesahkan RUU PKS (Pengesahan Kekerasaan Seksual) yang sempat dirasa sulit pembahasannya di awal Juli 2020. RUU yang sudah diajukan sejak 2016 tersebut bahkan pembahasannya harus digeser tahun depan dan ditarik dari Prolegnas 2020. Keputusan DPR tersebut dianggap masyarakat mencederai hak perlindungan korban kekerasan seksual padahal angka kekerasan seksual semakin tinggi setiap tahunnya di Indonesia.

Maman Imanulhaq selaku anggota komisi VIII DPR dari Fraksi PKB mengungkapkan bahwa alasan dikeluarkannya RUU PKS dari Prolegnas Prioritas 2020 karena sedang menunggu penyelesaian RUU Kitab Undang Undang Hukum Pidana. Selain itu, adanya kesulitasn pembahasan judul dan definisi kekerasan seksual dan pemidanaan juga menjadi alasan. "Kita memang sedang menunggu pengesahan revisi Kitab Undang Undang Hukum Pidana yang terkait dari sisi penjatuhan sanksi, karena bagaimanapun rancangan KUHP ini akan segera disahkan, lalu RUU PKS bisa masuk dalam prolegnas priotitas" ucap Maman kepada DW Indonesia.